Rabu, 26 Agustus 2009

Xinjiang, Turkistan Timur



Wilayah Turkistan berada di Asia Tengah, dimana bagian timur berbatasan dengan Cina dan Mongolia. Bagian Barat dengan Kaspia dan sungai Ural. Bagian selatan berbatasan dengan Tibet, Kashmir, Pakistan, Afghanistan, Iran, Mongolia Utara dan Siberia. Ada dua penjajah yang bergabung untuk menguasai wilayah ini, yakni Uni Soviet (di masa lalu) dan Republik Rakyat Cina (sampai saat ini) melalui konspirasi di bawah perjanjian Nerchinsk pada bulan Agustus 1689. perjanjian ini berakhir dengan adanya perjanjian St. Petersburg pada bulan Februari 1981.


Wilayah bagian Barat yang (dahulu) dijajah oleh Uni Soviet dikenal dengan nama Turkistan Barat. Sementara itu, bagian Timur dijajah oleh Republik Rakyat Cina dan dikenal dengan nama Turkistan Timur. Turkistan Timur inilah yang saat ini berada di bawah tekanan dan penindasan rezim Sosialis Komunis Cina.

Luas Turkistan Timur adalah 1.750.734 km2 dan ini sekitar dua kali wilayah Mesir dan juga dua kali wilayah Pakistan. Turkistan Timur adalah sebuah wilayah dimana jarak dengan laut terdekat berjarak sekitar 1900 km. Wilayahnya sebagian besar terdiri dari semi-padang pasir dan berbatasan dengan garis-garis batas yang berupa tiga pegunungan dan lembah sungai.

Rezim Sosialis Komunis Cina menyebut Turkistan Timur dengan nama Xinjiang.
Daerah ini juga mencakup sebagian besar wilayah Aksai Chin, yang diklaim oleh rezim India sebagai bagian dari negara bagian Jammu dan Kashmir. Xinjiang yang secara harfiah bermakna ‘Perbatasan Baru’ atau ‘Daerah Baru’ menjadi semakin diperebutkan mengingat sumber daya alam dan ekonominya yang sangat luar biasa. Kaum Muslimin lebih suka menyebutnya Turkistan Timur atau Uighuristan.

Turkistan Timur adalah salah satu negara terkaya di antara negara-negara di wilayah itu karena berlimpahnya mineral yang terkandung di tanah ini, yang menyokong tulang punggung perekonomian Cina. Negara ini juga mengandung minyak dan bahan tambang penting lain. Turkistan Timur diperkirakan menjadi penyedia minyak bumi terbesar kedua di dunia setelah Timur Tengah. Produksi rata-rata tahunannya 5 juta ton. Besi juga merupakan hasil tambang dengan jumlah produksi tahunan sekitar 250 juta ton. Terdapat lebih dari 56 tambang emas. Sedang untuk stok uranium, masih sekitar 12 triliun ton. Produksi batu garam rata-rata tahunan adalah 450.000 ton, sedang persediaan (cadangan) batu garam cukup untuk seluruh dunia selama 1000 tahun.

Islam pertama kali masuk ke Turkistan pada pada masa khalifah Bani Umayyah, yakni Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 96 H (715 M) melalui tangan komandan mujahid, Qutaybah bin Muslim rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) yang berhasil memasuki kota Kashgeer. Ketika berakhirnya Khilafah Bani Umayyah dan dimulainya Khilafah Bani Abbasiah pada abad ketiga hijriyah, Sultan Khakan, “Satok Bograkhan” (dikenal juga dengan nama Abdul Karim) menjadikan agama Islam sebagai Agama negara. Turkistan menjadi negara Islam merdeka selama sembilan abad dan sejak saat itu penduduk negara itu telah menjadi muslim, hingga berakhirnya masa Daulah Islamiyyah terakhir yang runtuh pada tahun 1355 H.

Pada Abad ke 18 M terlihat bahwa beberapa bagian dari dunia Islam menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa dan Asia.Di Asia, para penjajah yaitu Rusia dan Cina sepakat membagi tanah kaum Muslimin di Turkish melalui beberapa perjanjian. Jatuhnya wilayah ini dengan penyerahan ke tangan Cina setelah menelan korban 1.200.000 warga Turkistan dan 22.000 keluarga Turkistan terasing ke Cina.

Kaum muslimin yang memendam dendam di Turkistan Timur memberontak melawan penjajah Cina dan penindasan Budha dalam tujuh pemberontakan dengan kekuatan besar. Pemberontakan terakhir terjadi tahun 1863 yang menjadikan Turkistan Timur merdeka dari kekuasaan Cina dan terbentuknya kerajaan yang merdeka pada abad ke-19 M. pembentukan pemerintahan lokal di lima wilayah, kesemuanya di bawah pemerintahan Attalik Ghazi Yakub Bek, yang dianugerahi gelar Sulthan Utsmani dan Amirul Mukminin. Attalik adalah orang yang baik yang membangun masjid-masjid dan sekolah-sekolah Islam, beberapa diantaranya masih berdiri hingga kini. Akan tetapi pembaharuan ambisi kolonial Rusia dan Cina, menjadikan Cina menduduki Turkistan Timur sekali lagi pada tahun 1878. Wilayah ini kemudian dianeksasi pada tanggal 18 November 1884, dan dijadikan sebagai sebuah propinsi bagian kekaisaran Cina. Turkistan Timur kemudian dinamai Xinjiang dan Urumqi dijadikan sebagai ibu kotanya.

Revolusi Turkistan melawan Cina, dengan sejuta kaum muslimin terbunuh ketika mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Cina. Pemerintahan Cina secara kejam dan bengis menyiksa dan menekan para pejuang Turkistan. Perburuan terhadap mereka meningkat, akan tetapi perjuangan dan perlawanan mereka makin teguh, hingga salah satu pemimpin harakah Islam, Abdul Qodir Damulla, memerdekakan negeri ini dan mendirikan Republik Turkistan Timur di Kashger pada 12 November 1933. Akan tetapi Raja muda Cina Sheng Shicai mampu mengurangi pemberontakan dan menguasai kembali negara ini bersama Rusia dengan segala kekuatan yang diperlukan dan mengerikan pada bulan Juli 1934. Mereka kembali menduduki negeri kaum muslimin yang masih muda (baru merdeka) ini.

Pada tahun 1949, komandan pasukan Cina di Turkistan Timur menaklukan negeri ini dan menyerahkannya ke Mao Tse Tung, pemimpin Partai Komunis Cina. Pasukan Cina Komunis memasuki Turkistan Timur pada bulan Oktober 1949 dan mulailah era rezim Sosialis Komunis Cina, dan ketidak adilan dalam sejarah muslimin Turkistan Timur.

Xinjiang kemudian dinyatakan sebagai salah satu kawasan otonomi Cina dengan mengesampingkan fakta bahwa mayoritas penduduk di sana pada saat itu orang Uighur

Status otonomi hanyalah kedok, tidak tulus, dan meski Xinjiang hingga dewasa ini dipimpin oleh gubernur dari kalangan warga Uighur, orang yang memegang kekuasaan riil adalah sekretaris jenderal daerah Partai Komunis Cina , Wang Lequan, yang orang Cina etnis Han.

Kekejaman Rezim Komunis Cina

Sebuah artikel yang ditulis oleh Abdullah Manshur di majalah Turkistan, Al Islamiyah, menceritakan bagaimana kejahatan rezim Komunis Cina di Turkistan Timur. Panjangnya catatan kejahatan rezim Cina ini ironisnya dengan rapi ditutupi dan tidak diketahui oleh kaum Muslimin. Rezim komunis Cina di bawah kepemimpinan Mao Tse Tung telah membantai sebanyak 4,5 juta muslim. Mereka juga mengembargo ekonomi kaum Muslimin di Uighur di Turkistan Timur dan melarang mereka untuk menduduki jabatan pemerintahan serta mencegah mereka dari berhubungan dengan kaum Muslimin lainnya di luar Turkistan, dan juga melarang mereka untuk pergi ke luar negeri. Rezim Cina ini juga memerangi Islam, diantaranya dengan mengumunkan secara resmi bahwa Islam adalah agama di luar undang-undang dan siapa saja yang mengikuti agama ini maka dia akan di cap sebagai teroris fundamental.

Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, mereka juga melarang atau menutup masjid-masjid dan sekolah Islam, memaksa perempuan muslimah untuk membatasi kelahiran, bahkan menggugurkan janin di perut ibunya. Mereka juga menangkapi para ulama dan menjebloskan ke penjara tanpa tuduhan apapun kecuali dengan dalih memberantas terorisme.

Lebih sadis lagi, rezim Cina ini berusaha membumi hanguskan kaum Muslimin Turkistan secara sistematis. Mereka, menyebarkan wabah penyakit di antara penduduk Muslim Turkistan, menerapkan kebijakan pembersihan etnis muslim dengan menculik muslimah Turkistan dan memindahkan mereka ke Cina.

Migrasi Etnis Han

Sekitar tahun tahun 1940 an sebelum aneksasi jumlah etis han adalah 4 % dari jumlah penduduk, akibat migrasi besar besaran yang didukung oleh pemerintah komunis saat ini populasi mereka mencapai lebih dari 40 % sehingga saat ini mereka adalah mayoritas.

Di bawah pemerintahan Partai Komunis, terjadi pembangunan ekonomi yang sangat gencar, namun kehidupan warga Uighur semakin sulit dalam 20-30 tahun terakhir akibat masuknya banyak warga Cina muda dan memiliki kecakapan teknis dari provinsi-provinsi di bagian timur Cina.

Para migran ini jauh lebih mahir berbahasa Cina dan cenderung diberi lapangan pekerjaan terbaik. Hanya sedikit orang Uighur berbahasa Cina.

Tidak mengejutkan, ini menimbulkan penentangan mendalam di kalangan warga Uighur, yang memandang perpindahan orang-orang Han ke Xinjiang sebagai makar pemerintah untuk menggerogoti posisi mereka, merongrong budaya, serta akidah agama mereka.

Dalam perkembangan yang lebih baru, anak-anak muda Uighur terdorong untuk meninggalkan Xinjiang untuk mendapatkan pekerjaan di belahan lain Cina, dan proses ini sudah berlangsung secara informal dalam beberapa tahun.

Ada kekhawatiran khusus atas tekanan pemerintah Cina untuk mendoroang wanita muda Uighur pindah ke bagian lain Cina untuk mendapatkan pekerjaan. Dan, ini memperkuat kekhawatiran bahwa mereka akhirnya akan bekerja di bar atau klub malam atau bahkan pelacuran tanpa perlindungan keluarga atau masyarakat mereka.

Islam adalah bagian integral kehidupan dan identitas warga Uighur Xinjiang, dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah Cina adalah tingkat pembatasan yang diberlakukan oleh Beijing terhadap kegiatan keagamaan mereka.

Jumlah masjid di Xinjiang merosot jika dibandingkan dengan jumlah pada masa sebelum tahun 1949, dan institusi keagamaan itu menghadapi pembatasan yang sangat ketat.

Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diizinkan beribadah di masjid. Demikian juga pejabat Partai Komunis dan aparat pemerintah.

Organisasi organisasi islam dilarang. Sekolah keagamaan madrasah juga sangat dibatasi.

Semua agama di Cina dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis Hui yang juga muslim, tapi penutur bahasa Cina.

Ketatnya pembatasan itu akibat pertautan antara kelompok-kelompok muslim dan gerakan kemerdekaan di Xinjiang. Gerakan ini sangat bertentangan dengan posisi Beijing.

Ada kelompok-kelompok di dalam Xinjiang yang mendukung gagasan kemerdekaan, tapi mereka tidak diperkenakan mewujudkannya secara terbuka, sebab "memisahkan diri dari ibu pertiwi" dipandang sebagai penghianatan.

Pada dekade 1990-an, setelah ambruknya Uni Soviet dan munculnya negara-negara muslim independen di Asia Tengah, terjadi peningkatan dukungan terbuka atas kelompok-kelompok "separatis", yang memuncak pada unjukrasa massal di Ghulja pada tahun 1995 dan 1997.

Masa Masa Penindasan

Beijing menindas unjukrasa dengan penggunaan kekuatan luar biasa, dan para aktifis islam dipaksa keluar dari Xinjiang ke Asia Tengah dan Pakistan atau terpaksa bergerak di bawah tanah.

Penindasan keras sejak digulirkannya kampanye "Strike Hard" (Gebuk Keras" pada 1996 mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspor dan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.

Ini menciptakan ketakutan dan kebencian sangat kuat terhadap pemerintah Cina dan warga Cina etnis Han.

Mengejutkan bahwa kebencian ini tidak meledak menjadi kemarahan publik, dan unjukrasa sebelumnya, tapi itu dampak ketatnya kontrol yang diberlakukan Cina atas Xinjiang.

Ada banyak organisasi kaum pendatang Uighur di Eropa dan Amerika Serikat. Dalam banyak kasus mereka mendukung otonomi sejati bagi kawasan tanah asal mereka.

Di masa lalu, Beijing juga mempersalahkan Gerakan Islami Turkestan Timur memicu kerusuhan, meski tidak ada bukti bahwa gerakan ini pernah muncul di Xinjiang.

Pemerintah di Beijing tidak bisa menerima bahwa kebijakan mereka sendiri di Xinjiang mungkin penyebab konflik, dan berupaya mempersalahkan orang luar yang mereka tuding memicu tindak kekerasan. Itu juga terjadi dalam kasus Dalai Lama dan Tibet.

Kalau pun organisasi pelarian Uighur ingin menggerakan kerusuhan, tentu sangat sulit bagi mereka untuk melakukannya, dan ada banyak alasah lokal menjadi penyebab kerusuhan tanpa perlu ada campur tangan dari luar.

Pada juli 2009 akhirnya bara itu berkobar menjadi api kerusuhan dipicu oleh pembunuhan etnis uighur oleh etnis Han, terjadi kerusuhan antara etnis uighur sebagai pribumi melawan etnis cina yang merupakan pendatang, berakibat ratusan etnis uighur tewas atau hilang. Tetapi lagi lagi etnis uighur yang dipersalahkan dan menjadi korban. Akibat selanjutnya ribuan muslim etnis uighur diciduk dan ditangkap aparat karena dituduh sebagai pelaku dan pemicu kerusuhan. Dan hingga kini mereka belum dibebaskan bahkan kemungkinan juga dibunuh. Sementara komunitas muslim dunia membisu. Semoga Alloh melindungi muslim uighur serta menghancurkan musuh mereka Komunis Cina.

2 komentar:

Riska Zakiah mengatakan...

Salam, saya ingin bertanya sesuatu. Bisa menghubungi kontak yang mana yah? terimaksih sblm nya.

Unknown mengatakan...

ini loh situs agen judi bola kami, yang sangat banyak sekali berbagai link alternatif terbaru, untuk mengetahui link alternatif kami hubungi kontak kami di BBM: BOLAVITA/ WA: +6281377055002

Posting Komentar